BAB
II
PEMBAHASAN
A. Dua
Kali Perubahan Dalam Peraturan Pembukuan
Perihal pembukuan ini diatur dalam Bab 2
Buku 1 KUHD. Mulai pasal 6 sampai dengan
12, bab ini mengalami dua kali perubahan, yaitu pada tanggal 9 juni 1927
dengan S 1927-146, dan pada tanggal 7 juli 1938 dengan S 1938-276.
Sebelum perubahan yang pertama, menurut
pasal 6 dan 7 (lama) KUHD, tiap pedagang harus memelihara buku harian (dagboek
atau journal) dan buku copy. Buku harianitu harus diisi segala macam penerimaan
dan pengeluaran dengan cara yang cermat sekali, tulisan di tengah-tengah baris
dan catatan-catatan pinggir (kanttekeningen).
Buku copy ialah buku yang berisi tembusan surat-surat keluar.
Disamping dua buku yang diwajibkan
tersebut diatas, si pembagi perusahaannya, misalnya buku gudang, buku copy wesel, bubku rekening, (grootboek untuk
system dubble), dan buku rekening Koran (grootboek
untuk sistem enkel).
1. Perubahan
Yang Pertama
Perubahan peraturan
pembukuan yang pertama terjadi pada tanggal 9juni 1927-146. Adapun sebab-sebab
adanya perubahan ialah:
a. Pengaturan
dalam pasal 6 (lama) KUHD tidak mengindahkan perbedaaan-perbedaan antara
pembukuan sistem yang memakai enkel dan sistem dubbel.
b. Pelaksanaan
pasal 6 (lama) KUHD sangat sulit, sehuinggaorang berusaha mencari jalan keluar
yang lebih gampang yaitu dengan mempergunakan sistem yang memakai kartu-kartu
atau lembaran-lembaran lepas. Perubahan yang dibawa oleh S 1927-146 ialah
mengharuskan pedagang mengadakan catatan-catatan mengenai harta kekayaannya,
termasuk harta kekayaan yang ada dalam perusahaannya catatan-catatan itu harus
dibuat sedemikian rupa, sehingga setiap saat dapat diketahui dari padanya semua
hak-hak dan kewajiban si pedagang (pasal 6 ayat (1) KUHD).
2. Perubahan
Yang Kedua
Perubahan peraturan
yang kedua terjadi pada tanggal 17 juli 1938 dengan S 1938-276. Perubahan ini
mengenai istilah pedagang, yang
rumusnya diganti dengan “setiap orang yang menjalankan perusahaan”. Jadi
orang-orang yang menjalankan perusahaan itu diwajibkan membuat catatan-catatan
tentang harta kekayaannya, termasuk harta perusahaannya, sehingga setiap saat
dapat diketahui dari padanya segala hak-hak dan kewajiban pengusaha. Hal ini
berhubungan erat sekali dengan ketentuan-ketentuan dalam pasal 1131 dan 132
KUHPER, yang menentukan bahwa seluruh harta kekayaan seorang debitu, baik yang
bergerak maupun yang tetap baik yang telahada maupun yang akan mendatang,
merupakan jaminan bagi seluruh kreditur-krediturnya. Penandatanganan penjualan
benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan dari besar kecilnya utang yang
harus dilunasi.
B. Kewajiban
Membuat neraca
Menurut pasal 6 ayat (2) KUHD, setiap
tiap-tiap tahun dalam tenggang waktu 6 ulan yang pertama harus membuat neraca
menurut syarat-syarat perusahaannya dan menandatanganinya sendiri.
Karena dalam KUHD, tidak ditegaskan
tentang syarat-syarat pembuatan neraca itu, maka kita harus meneliti
kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam dunia perusahaan.
Menurut
Polak, neraca ialah daftar yang berisikan:
1. Seluruh
harta kekayaan beserta harganya dari masing-masing benda.
2. Segala
utang-utang dan saldonya.
Menurut
Polak, kebiasaan dalam dunia perusahaan memakai bentuk “scontro” (dua halaman yang berdampingan) bagi neraca. Jadi dalam
persekutuan firma oleh semua sekutu (firmant), dan dalam perseroan terbatas
oleh pengurus dan komesaris. Dengan adanya Undang-Undang No 1 tahun 1967 (Ln
1967-1) tentang penanaman Modal Asing, yang mengakibatkan di Indonesia tidak
hanya ada perusahaan nasional, tetapi juga banyak perusahaan asing dan
perusahaan campuran (jointventure), sudah tentu timbul sistem-sistem pembukuan
asing, terutama yang dikerjakan oleh perusahaan-perusahaan asing dan
joint-venture itu.
1. Catatan-Catatan
dan Neraca harus disimpan selama 30 tahun
Menurut pasal 6 ayat
(3), buku-buku atau catatan-catatan seperti tersebut dalam pasal 6 ayat (1),
dan neraca seperti tersebut dalam pasal 6 ayat (2), harus disimpan selama 30
tahun. Ketentuan ini ada hubungannya tenggang waktu untuk gugurnya hak menuntut
sebagaimana yang diatur dalam 1967 KUHPER. Tetapi menurut pasal 6 ayat (3) itu
juga,surat-surat dan telegram yang diterima serta tembusan surat-surat dan
telegram yang keluar, harus disimpan selama 10 tahun. Prof. Soekardono
berpendapat bahwa perbedaan lamanya waktu penyimpanan ini tidak dapat
dimengerti, sebab upaya pembuktian justru lebih banyak terdapat dalam
surat-surat dan telegram-telegram dari
pada dalam neraca buku-buku dan neraca itu. Saya tidak sependapat dengan Prof.
Soerkadono tersebut, sebab:
a. Surat-surat
dan telegram dan tembusan-tembusan surat yang terkumpul selama 10 dan 30 tahun
itu sangat banyak jumlahnya, sehingga mungkin membutuhkan gudang tersendiri
yang sangat luas. Padahal tempat itu
dipergunakan untuk kepentingan lainnya yang lebih bermanfaat.
b. Tentang kekuatan pembuktian pembukuan dan neraca itu
cukup terjamin dengan adanya pasal 7.
c. Tuntutan
dalam hukum dagang itu biasanya dalaksanakan dalam waktu pendek.
2. Kekuatan
Pembuktian Catatan Catatan dan Neraca
Menurut
pasal 7 KUHD, catatan catatan dan neraca sebagai dimaksud dalam pasal 6 itu
mermpunyai kekuatan pembuktian yang dapat menguntungkan pengusaha, karena pasal
7 tersebut memberikan kebebasan pada hakim untuk menilai catatan dan neraca itu
untuk tiap tiap kejadian yang komplit sesuai dengan kebijaksanaannya untuk
euntungan bagi salah satu pihak. Hak hakim untuk menilai ini tidak terbatas
pada catatan catatan dan neraca yang diwajibkan saja, tetapi juga terhadap
catatan catan yang diwajibkan.
Pasal 7 KUHD ini
merupakan penyimpanan dalam pasal 1881 KUHPER. Sebab pasal 1881 KUHPER ini
menentukan bahwa semua “huihoudelijke
papieren” (surat surat kerumahtanggaan) tidak memberikan pembuktian bagi
keuntungan si pembuatnya, malahan merupakan alat pembuktian bagi keuntungan si
pembuat. Dipandang dari pasal ini, catatan catatan dan neraca sebagai yang
dimaksud dalam pasal 6 KUHD itu termasuk golongan “huihoudelijke papieren”. Jadi, sesuai dengan pasal 1881 KUHPER.
Catatan catatan dan neraca tersebut dalam pasal 6 KUHD tidak dapat memberikan
pembuktian bagi kentungan si pembuat tetapi pasal 7 KUHD justru memberikan
kemungkinan bagi si pembuat untuk mendapatkan keuntungan si pembuat, untuk
mendapatkan keuntungan dari kekuatan si pembuat neraca itu. Hal ini disebabkan
oleh kewajiban menyelenggarakan pebuktian itu diperintahkan oleh UU ( pasal 6
(1) )
C.
Pembukuan
Buku buku pengusaha
sebagai yang diperintahkan penyelenggaraannya oleh pasal 6 mempunyai sifat
rahasia, artinya tidak setiap orang boleh melihatnya, kecuali orang orang yang
diperbolehkan oleh UU. Tentang hal yang terakhir ini membentuk UU memberi dua
kemungkinan penerobosan, yaitu dengan cara “pembukuan” yang diatur dalam pasal
8, dan pemberitaan yang diatur dalam pasl 12.
Lembaga pembukuan hanya
diberikan kepada pihak yang bersengketa di muka pengadilan dan kepada hakim
eksoficion, yaitu bila terjadi perselisihan di muka hakim, dimana salah satunya
jalan yang menuju pada penyelesaian perkara hanya dengan cara pembukuan catatan
dan neraca itu kepada hakim. Dalam hal yang demikian itu, hakim dapat menolak
atau menerimanya (pasal 8 ayat 1).
Karena darai hakim
tidak dapat diminta agar beliau dapat melihat soal soal pembukuan sampai sekecil
kecilnya, maka pasal 8 ayat 2 memberikan kesempatan pada hakim untuk
mendengarkan pendapat ahli tentang da nisi dari catatan dari neraca itu.
Mengenai prosedur pendengaran kepada para ahli itu, kita dapat berpedoman pada
pasal 154 H.I.R atau pasal 181 R>Bgw. Bila catatan atau neraca yang akan
dibuka berada diluar wilayah hakim yang bersangkutan, maka hakim dapat minta
bantuan kepada hakim yang mewilayahi tempat dimaa catatan atau neraca yang
bersangkutan (pasal 9)
Bila pihak yang
memegang catatan atau neraaca tidak mau menuruti perintah hakim untuk membuka
catatan dan neracanya maka terserah atas kebijaksanaan hakim untuk menarik
kesimpulan daripadanya ( pasal 8 ayat 3 )
D.
Pemberitaan
cara penerobosan yang
kedua adalah pemberitaan. Yang daitur dalam pasal 12. Kalau pembukuan hanya
dapat terjadi di muka hakim maka pemberitaan dapat terjadi di luar hakim. Orang
orang yang menurut pasal 12 berwenang untuk menuntut pemberitaan ialah
1. Orang
berwenang mengangkat pengurus, yaitu pengusaha atau pemilik perusahaan
2. Sekutu
atau persero
3. Buruh
yang berkepentingan terhadap perusahaan
4. Ahli
waris pengusaha sekutu dan buruh yang berkeeningan tarhadap perusahaan
5. Dalam
hal direksi tidak mau menyerahkan buku bukunya untuk hakim. Bila permintaan
itupun ditolak lagi, maka hakim dapat menghukum direksi :
a. Membayar biaya, kerugian dan bunga
b. Membayar
sejumlah uang paksa selama dan setiap kali si penghubung tidak melaksanakan
bunyinya putusan keadilan (pasal 606a dan 606b R.v)
c. Dengan
paksaan badan
Mengenai paksaan badan ini, ada perbedaan
pengaturan di HIR dan di Rv. Menurut pasal 5 Rv putusan paksa badan harus sudah
termasuk dala putusan mengenai soal pokoknya. Tetapi menurut pasal 209 HIR dst
putusan paksa badan itu dibuat tersendiri terpisah dan diluar surat putusan
mengenai soal pokok pokoknya.
untuk versi filenya download disini yaa
penggunaan sistem akuntansi pembelian yang tepat mampu mempermudah pembukuan dagang suatu usaha, makasih min atas artikelnya
ReplyDelete