BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ilmu Ekonomi Regional atau ilmu ekonomi wilayah merupakan
salah satu dari cabang ilmu ekonomi yang membahas mengenai unsur perbedaan
potensi satu wilayah dengan wilayah lain. Wilayah merupakan suatu area yang
mempunyai arti (meaningful) karena adanya masalah-masalah yang ada
didalamnya khususnya masalah yang menyangkut sosial ekonomi atau wilayah dengan
batasan-batasan tertentu. Perkembangan ekonomi suatu daerah tidak terlepas dari
daerah di sekitarnya. Dengan ilmu ini kita bisa lebih mudah mengetahui data
dari suatu wilayah melalui data sekunder, data sekunder sendiri merupakan data
kuantitatif berupa angka yang menghimpun mulai dari data penduduk, tingkat
pendapatan dalam satu wilayah, potensi ekonomi, tingkat kemajuan industri,
keterampilan dari tenaga kerja sendiri, dan lain-lain. Jadi dengan data
tersebut kita tidak perlu untuk survei langsung ke tempat lokasi yang
bersangkutan. Ilmu Ekonomi Regional tidak bisa berdiri sendiri, ketika ilmu ini
dipakai, maka secara tidak langsung akan berkesinambungan dengan ilmu lainya.
Misalnya ketika kita berada dalam bidang pertanian, pasti kita akan membutuhkan
ilmu pertanian. Imu Ekonomi Regional masuk ke Indonesia pada tahun 1970-an yang
dilatar belakangi oleh kesadaran pemerintah akan pentingnya pembangunan ekonomi
daerah sebagai salah satu cara untuk mencapai tujuan pembangunan nasional.
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh ahli ekonom Walter Isard pada tahun
1956, maka dari itu penulis akan membahas mengenai teori pertumbuhan wilayah.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana teori basis ekspor Richardson?
2.
Bagaimana model pertumbuhan Interregional?
3.
Bagaimana kebijakan umum pengembangan wilayah?
4.
Bagaimana strategi pengembangan sektor
produksi?
C.
Tujuan Pembahasan
1.
Untuk
mengetahui teori
basis ekspor Richardson.
2.
Untuk mengetahui model pertumbuhan
Interregional.
3.
Untuk mengetahui kebijakan umum pengembangan
wilayah.
4.
Untuk mengetahui pengembangan sektor produksi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Teori Basis
Ekspor Richardson
Teori basis
ekspor dikembangkan dalam kerangka ilmu ekonomi regional. Penganjur pertama
teori ini adalah Tiebout. Teori ini membagi kegiatan produksi atau jenis
pekerjaan yang terdapat di dalam satu wilayah atas pekerjaan dasar (basis)
dan pekerjaan service (nonbasis). Kegiatan basis adalah kegiatan
yang bersifat exogenous artinya tidak
terikat pada kondisi internal perekonomian wilayah dan sekaligus berfungsi
mendorong tumbuhnya jenis pekerjaan lainnya. Sedangkan
pekerjaan service (nonbasis) adalah kegiatan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat di daerah itu sendiri. Oleh karena itu, pertumbuhannya tergantung
kepada kondisi umum perekonomian wilayah tersebut. Artinya, sektor
ini bersifat endogenous (tidak bebas
tumbuh). Pertumbuhannya tergantung kepada kondisi perkonomian wilayah secara
keseluruhan. Perbedaan pandangan antara Richardson dan Tiebout dalam teori
basis adalah Tiebout melihatnya dari sisi produksi sedangkan Richardson
melihatnya dari sisi pengeluaran.
Walaupun teori basis
ekspor adalah yang paling sederhana dalam membicarakan unsur-unsur
pendapatan daerah, tetapi dapat memberikan kerangka teoretis bagi banyak studi
empiris tentang multiplier regional. Jadi, teori ini memberikan landasan yang
kuat bagi studi pendapatan regional walaupun dalam kenyataannya perlu
dilengkapi dengan kebijakan lain agar bisa digunakan sebagai pengatur
pembangunan wilayah yang komprehensif.
Pada mulanya
teori basis ekspor hanya memasukkan ekspor murni ke dalam pengertian ekspor.
Akan tetapi, kemudian orang membuat definisi ekspor yang lebih luas. Ekspor
tidak hanya mencakup barang atau jasa yang
dijual ke luar daerah tetapi termasuk di dalamnya barang atau jasa yang dibeli
orang dari luar daerah walaupun transaksi itu sendiri terjadi di daerah
tersebut.[1]
Kegiatan lokal yang melayani pariwisata adalah pekerjaan basis karena
mendatangkan uang dari luar daerah. Demikian pula kegiatan lokal
di perkotaan seperti restoran, bengkel, usaha grosir, dan swalayan yang
melayani orang dari luar daerah adalah pekerjaan basis. Asrama militer biasanya
juga dikategorikan sebagai pekerjaan basis karena mereka dibayar oleh
pemerintahan pusat. Jadi pada pokoknya, kegiatan yang hasilnya dijual ke luar
daerah atau mendatangkan uang dari luar daerah adalah kegiatan basis sedangkan
kegiatan service (nonbasis) adalah kegiatan yang melayani
kebutuhan masyarakat di daerah itu sendiri, baik pembeli maupun sumber uangnya
berasal dari daerah itu sendiri.
Teori basis
ekspor membuat asumsi pokok bahwa ekspor adalah satu-satunya kegiatan dimana peningkatan ekspor saja yang dapat mendorong peningkatan pendapatan
daerah karena sector-sektor lain terikat peningkatannya oleh peningkatan pendapatan
daerah. Sektor lain hanya meningkat apabila pendapatan daerah secara keseluruhan
meningkat. Jadi, satu-satunya yang bisa meningkat secara bebas adalah ekspor. Ekspor
tidak terikat di dalam siklus pendapatan daerah. Asumsi kedua ialah bahwa
fungsi pengeluaran dan fungsi impor bertolak dari titik nol sehingga tidak akan
berpotongan (intercept).
Model teori basis
ini sangat sederhana sehingga mempunyai kelemahan. Kelemahan teori basis antara
lain adalah sebagai berikut.
1.
Menurut
Richardson, besarnya basis ekspor adalah fungsi terbalik dari besarnya suatu
daerah. Artinya, makin besar suatu daerah, ekspornya semakin kecil apabila
dibandingkan dengan total pendapatan, demikian pada impornya.
2.
Ekspor jelas
bukan satu-satunya faktor yang bisa meningkatkan pendapatan daerah.[2]
Ada banyak unsur lain yang dapat meningkatkan pendapatan daerah seperti bantuan
dari pemerintah pusat, investasi dari luar, dan peningkatan produktivitas
masyarakat.
3.
Dalam studi
atas suatu wilayah maka multiplier basis yang diperoleh adalah rata-ratanya dan
bukan perubahannya. Menggunakan multiplier basis rata-rata untuk
proyeksi seringkali menghasilkan hasil yang keliru apabila ada tendensi
perubahan nilai multiplier dari tahum ke tahun.
4.
Beberapa pakar
berpendapat bahwa apabila pengganda basis digunakan sebagai alat proyeksi maka
masalah time-lag (masa tenggang)
harus diperhatikan. Masa tenggang berarti penggandaan tidak berlangsung secara
cepat, yaitu dibutuhkan waktu antara terjadinya kenaikan ekspor (sektor basis)
dengan respons sektor nonbasis. Ada pakar yang mengatakan hal ini dapat diatasi
dengan menghitung pengganda basis dengan menggunakan data time-series selama tiga sampai lima tahun.
5.
Ada studi
lainnya yang menunjukkan bahwa ada wilayah yang tetap berkembang pesat walaupun
ekspor wilayah relative kecil. Pada umumnya hal ini hanya dapat terjadi di
wilayah yang terdapat banyak ragam kegiatan dan satu kegiatan saling
membutuhkan terhadap produk dari kegiatan lainnya.[3]
Model ini
adalah perluasan dari materi teori basis ekspor, yaitu dengan menambahkan
faktor-faktor yang bersifat eksogen. Selain itu, model basis ekspor hanya
membahas daerah itu sendiri tanpa memperhatikan dampak dari daerah tetangga,
itulah sebabnya dinamakan model interregional. [1]
Teori ini
dikembangkan oleh Harry W. Richardson (1978). Berbeda dengan basis ekspor yang
mengasumsikan export sebagai exogenous variable, maka dalam model interregional
ini, exsport diasumsikan sebagai faktor yang berada dalam system (endogeneous
variable) yang ditentukan oleh perkembangan kegiatan perdagangan antar wilayah.
Selanjutnya, kegiatan perdagangan antar daerah tersebut dibagi atas barang
konsumsi dan barang modal. Disamping itu, agar analisa menjadi lebih realistis,
maka pada model antar regional ini dimasukkan unsur pemerintahan yang di
tampilkan dalam bentuk penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah serta
kegiatan investasi sesuai dengan prinsip ekonomi Keynes.[2]
Dengan memanipulasi rumus pendapatan yang dikemukakan pertama kali oleh Keynes,
merumuskan model interreginal sebagai berikut.
Sumber-sumber perubahan
pendapatan regional meliputi:
1. Perubahan
pengeluaran otonom (misalnya investasi dan pengeluaran pemerintahan)
2. Perubahan tingkat
pendapatan suatu daerah atau beberapa daerah lain yang berada dalam suatu system
yang akan terlihat dari perubahan ekspor daerah
3. Perubahan salah satu
di antara parameter-parameter model (hasrat konsumsi marginal, koefisien perdagangan
interregional, atau tinkat pajak marginal).[3]
No comments:
Post a Comment