BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam
perekonomian Indonesia, badan usaha terbanyak adalah badan usaha berbentuk
badan usaha kecil yang umumnya bukan badan hukum. Usaha kecil sebagai bagian
integral dunia usaha yang merupakan kegiatan ekonomi rakyat mempunyai kedudukan
dan potensi yang strategis dalam mewujudkan perekonomian negara. Sehingga perlu
adanya pemanfaatan peluang dimasa yang akan datang. Sehubungan dengan itu, pada
tahun 1995 telah dibuat UU no.9 tahun 1995 tentang usaha kecil, lalu diganti
dengan UU no.20 tahun2008 tentang usaha mikro, kecil dan menengah yang dikenal
dengan UMKM. Adapun bentuk badan usaha yang tidak berbadan hokum seperti Firma
dan CV diatur dalm kitab Undang-undang hukum dagang (KUHD) pasal 15 sampai
dengan pasal 35. Maatschap atau persekutuan perdata sebagai bentuk badan yang
paling mendasar diatur dalam pasal 1618 sampai dengan 1652 kitab undang-undang
hukum perdata ( KUHP). Oleh karena itu
sangat penting untuk mengetahui pengertian dan penjelasan mengenai perusahaan dan
badan usaha bukan badan hukum.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan perusahaan dagang sebagai
bentuk dasar badan usaha ?
2. Apa yang dimaksud dengan persekutuan perdata sebagai
bentuk badan usaha dengan status bukan badan hukum ?
3. Apa yang dimaksud dengan persekutuan firma sebagai
bentuk badan usaha dengan status bukan badan hukum ?
4. Apa yang dimaksud dengan persekutuan komanditer
sebagai bentuk badan usaha dengan status bukan badan hukum ?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui
perusahaan dagang sebagai bentuk dasar badan usaha ?
2. Untuk mengetahui
persekutuan perdata sebagai bentuk badan usaha dengan status bukan badan
hukum ?
3. Untuk mengetahui persekutuan firma sebagai bentuk
badan usaha dengan status bukan badan hukum ?
4. Untuk mengetahui persekutuan komanditer sebagai bentuk
badan usaha dengan status bukan badan hukum ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Perusahaan Dagang sebagai Bentuk dasar Badan Usaha
Perusahaan dagang atau usaha dagang merupakan
perusahaan dagang yang dilakukan atau dijalankan oleh satu orang penggusaha.
Perusahaan dagang dapat disebut juga sebagai one man corporation atau een
manszaak.
H.M.N. Purwosutjipto menjelaskan bahwa perusahaan
dagang merupakan salah satu bentuk perusahaan perseorangan, sedangkan
perusahaan perseorangan merupakan perusahaan yang dilakukan oleh satu orang
perusahaan.
Menuru Pieter Tedu Bataona, perusahaan dagang atau
perusahaan perseoranagan merupakan salah satu bentuk perusahaan swasta yang
melakukan usaha, baik di bidang perdagangan maupun di bidang perindustrian yang
dilakukan secara terus menerus, bertindak keluar guna mendapatkan keuntungan
sistem pengelolaan yang bersifat tunggal, yakni hanya berada dalam tangan satu
orang yang merangkap sebagai pemilik modal , pengusaha ,dan pengurus perusahaan
serta sekaligus sebagi pemimpin
perusahaan (single ownership and
management) dan dibantu oleh bebrapa orang buruh dalam menjalankan usaha.
Pada hakikatnya, perusahaan dagang berbeda dengan vennootschap (persekutuan) pada umumnya, karena perusahaan dagang
lahir dari hokum kebiasaan , selain perusahaan dagang dan persekutuan perdata
memiliki perbedaan yang jelas sebagai berikut :
1. Perusahaan dagang hanya didirikan oleh satu ( 1 )
orang, sdangkan persekutuan perdata didirikan oleh lebih dari satu ( 1 ) orang.
2. Perusahaan dagang memiliki modal yang besar satu ( 1 )
orang ( pengusaha ), seadangkan persekutuan perdata memiliki modal yang berasal
dari masing - masing sekutu.
3. Perusahaan dagang menunjuk tanggung jawab hanya kepada
satu ( 1 ) orang (pengusaha), sedangkan persekutuan perdata menunjuk tanggung
jawab kepada setiap sekutu secara bersama - sama .
Karekteristik
khusus yang terdapat dalam perusahaan dagang yang membedakan dengan perusahaan
dalam bentuk persekutuan secara umum berdasarkan pandangan para ahli hokum
dapat dijelasakan lebih lanjut sebagai berikut :
1. Perusahaan dagang memiliki modal dari satu (1) orang,
dalam arti perusahaan dagang didirikan dan dijalankan oleh satu (1) orang, baik
dalam aspek permodalan maupun dalam aspek kekuasaan ke dalam dank e luar
perusahaan.
2. Perusahaan dagang memiliki pengusaha yang langsung
bertindak sebagai pengelola yang dapat dibantu oleh beberapa orang pekerja,
dalam arti perusahaan dagang hanya memiliki satu (1) orang, (pengusaha) yang
bertanggung jawab secara hukum atas pendirian dan pelaksanaan perusahaan
dagang,baik bertanggung jawab ke dalam atau ke luar perusahaan dagang maupun
bertanggung jawab di dalam atau di luar pengadilan.
3. Perusaah dagang memiliki pekerja yang membantu
pengusaha dalam mengelola perusahaan berdasarkan perjanjian kerja atau
pemberian kuasa.[1]
B. Persekutuan perdata sebagai
bentuk badan usaha dengan status bukan badan hukum
Persekutuan perdata menurut padangan klasik merupakan
bentuk genus (umum) dari persekutuan
firma, persekutuan komanditer dan perseroan.terbatas, tetapi perkembangan
pandangan tentang perseroan terbatas telah berubah, para ahli hukum berpendapat
bahwa perseroan terbatas bukan lagi termasuk bentuk spesies dari persekutuan perdata.
Persekutuan perdata merupakan bentuk badan usaha yang
sangat sederhana dibandingkan persekutuan firma, persekutuan komanditer atau
perseroan terbatas, mengingat dalam persekutuan
perdata memiliki karakteristik-karakteristik yang dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Dalam hal besarnya jumlah modal, perseroan perdata
tidak diatur mengenai besarnya modal, sebagaimana penentuan modal minimum yang
berlaku dalam perseroan terbatas.
2. Dalam hal bentuk modal, persekutuan perdata dapat
didirikan berdasarkan modal dalam bentuk uang, barang dan tenaga yang diberikan
oleh para sekutu.
3. Dalam hal bidang kerja dan usaha, persekutuan perdata
memiliki bidang kerja dan usaha yang tidak terbatas sehingga persekutuan
perdata dapat meliputi permodalan hingga perdagangan.
4. Dalam hal pengumuman kepada pihak ketiga, persekutuan
perdata tidak membutuhkan pengumuman kepada pihak ketiga sebagaimana yang harus
dilakukan dalam persekutuan firma.
Berdasarkan
beberapa keputusan yang ditemukan, persekutuan perdata memiliki 2 fungsi, yaitu:
1. Persekutuan perdata yang mimiliki tujuan untuk
kegiatan usaha, dalam arti memiliki sifat yang komersial.
2. Persekutuan perdata yang memiliki tujuan untuk
kegiatan bukan komersial, dalam arti persekutuan perdata yang hanya menjalankan
kegiatan selain bisnis, seperti persekutuan perdata tentang profesi.
Secara
yuridis, persekutuan perdata dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu persekutuan
perdata umum dan persekutuan perdata khusus yang dijelaskan sebagai berikut:
1.Persekutuan perdata umum sebagaimana yang diatur dalam
pasal 1622 kitab undang-undang hukum perdata, dalam arti persekutuan yang
memiliki tujuan untuk mendapatkan hal-hal yang diharpkan oleh para sekutu
sebagai hasil usaha para sekutu selama persekutuan perdata berdiri dan kegiatan
usaha yang beragam sesuai dengan tujuan dan kepentingan para sekutu.
Adapin pasal 1622 kitab undang-undang hukum perdata
menjelaskan bahwa “perseroan perdata tak terbatas itu meliputi apa saja yang
akan diperoleh para peserta sebagai hasil usaha mereka selama perseroan itu
berdiri”.
2.Persekutuan perdata khusus sebagaimana yang diatur
dalam pasal 1623 Kitab Undang-Undang Hukum perdata, dalam arti persekutuan
perdata yang memiliki kegiatan yang khusus, baik dari segi bidang kegiatan
usaha, tujuan usaha maupun hasil yang akan diperoleh dari kegiatan usaha yang
telah dilakukan oleh persekutuan perdata seperti pendirian persekutuan perdata
yang melakukan kegiatan usaha atas barang-barang tertentu atau atas suatu
kegiatan usaha tertentu.
Adapun pasal 1623 Kitab Undang-Undang Hukum perdata
menjelaskan bahwa, “perseroan perdata yang terbatas hanya menyangkut
barang-barang tertentu, pemakaiannya atau hasil-hasil yang akan diperoleh dari
barang-barang itu, mengenai usaha tertentu atau penyelenggaraan suatu
perusahaan atau pekerjaan tetap”.
Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum perdata
menjelaskan bahwa untuk sahnya perjanjian yang telah dilakukan oleh para pihak,
harus memenuhi unsur-unsur sahnya perjanjian sebagai berikut:
1. Syarat subjektif, dalam arti syarat yang
mengisyaratkan bahwa tidak terpenuhinya persyaratan ini mengakibatkan sebuah
perjanjian dapat dibatalkan. Syarat subjektif terbagi atas:
a. Sepakat, sebagaimana yang tercantum dalam pasal 1320
Kitab Undang-Undang Hukum perdata, dalam arti perjanjian harus dilakukan dengan
kesepakatan kedua belah pihak.
b. Cakap, sebagaimana yang tercantum dalam pasal 1330
Kitab Undang-Undang Hukum perdata, dalam arti seseorang yang melakukan
perjanjian.
2. Syarat objektif, dalam arti syarat yang mengisaratkan
bahwa tidak terpenuhinya persyaratan ini mengakibatkan perjanjian batal demi
hukum atau dianggap perjanjian yang telah terbentuk tidak pernah ada. Syarat
objektif ini terbagi atas:
a. Hal tertentu (objek perjanjian), sebagaimana yang
tercantum dalam pasal 1333 dan pasal 1334 Kitab Undang-Undang Hukum perdata,
dalam arti setiap objek yang diperjanjikan harus ditentukan terlebih dahulu,
seperti jenis, kualitas, atau kuantitas dari barang atau jasa yang dijadikan
objek perjanjian.
b. Suatu sebab yang halal, sebagaimana yang tercantum
dalam pasal 1335, 1336, dan pasal 1334 Kitab Undang-Undang Hukum perdata, dalam
arti setiap orang yang terlibat dalam sebuah perjanjian harus memiliki tujuan
yang tidak bertentangan denagn kepentingan umum, norma-norma yang berkembang,
dan hukum positif yang berlaku.
Tanggung
jawab para sekutu dalam persekutuan perdata diatur dalam pasal 1642 hingga
pasal 1642 Kitab Undang-Undang Hukum perdata yang dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Masing-masing sekutu persekutuan perdata yang
mengadakan hubungan hukum dengan pihak ketiga, masing-masing sekutu bertanggung
jawab atas perbuatan-perbuatan hukum yang dilakukan dengan pihak ketiga,
meskipun sekutu tersebut melakukan atas nama dan kepentingan persekutuan
perdata.
2. Perbuatan sekutu baru mengikat sekutu-sekutu lainnya
apabila:
a.
Sekutu telah diangkat sebagai pengurus secara gerant statutaire.
b.
Sekutu bertindak berdasarkan surat kuasa dari sekutu-sekutu lain.
c.
Sekutu telah menghasilkan keuntungan yang telah dinikmati oleh
persekutuan perdata.
3. Beberapa orang sekutu perdata yang mengadakan hubungan
hukum dengan pihak ketiga, beberapa sekutu itu dapat dipertanggung jawabkan
sama rata, meskupun inbreng mereka tidak sama, kecuali dalam perjanjian yang
dibuatnya dengan pihak ketiga dengan tegas di tetapkan imbangan pertanggung
jawaban masing-masing sekutu yang turut mengadakan perjanjian itu.
4. Seorang sekutu yang mengadakan hubungan hukum dengan
pihak ketiga atas nama persekutuan perdata sebagaimana pasal 1645, Kitab
Undang-Undang Hukum perdata, persekutuan dapat langsung menggugat pihak ketiga,
sehingga tidak membutuhkan pemberian kuasa dari sekutu-sekutu lain.
Pengangkatan
pengurus persekutuan perdata berdasarkan pasal 1636 Kitab Undang-Undang Hukum
perdata, pengangkatan pengurus dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
1. Pengangkatan pengurus persekutuan perdata telah diatur
dalam akta pendirian persekutuan perdata (sekutu statute – gerant statutaire).
2. Pengangkatan pengurus persekutuan perdata diatur
setelah berdirinya persekutuan perdata berdasarkan akta khusus (sekutu mandater
– gerant mandataire).[2]
uuntuk versi lengkapnya klik download yaa
No comments:
Post a Comment